..... “Pologoro”
merupakan bentuk pungutan/setoran dalam jumlah tertentu yang diberikan
kepada perangkat desa, sebagai sumbangan dari warga untuk operasional
pemerintahan desa. Sebenarnya,
pungutan bernama “pologoro” tidak disebutkan dalam syarat sahnya
peralihan hak atas tanah berupa jual beli di PPAT. Pologoro ini muncul
dan dimunculkan oleh perangkat desa yang pada zamannya sebagai pihak
yang membantu proses jual beli tanah. Karena sudah dilakukan sejak
dahulu kala dan secara turun temurun, maka dianggaplah sebagai suatu
kewajiban yang harus dilakukan, kebiasaan yang membudaya, sehingga
dianggap sebagai hukum..... ( http://www.hukumonline.com )
Jadi benar juga kan? Pungutan Pologoro bisa dibenarkan di tingkat Desa dengan besar pungutan sesuai dengan PerDes setempat.- dan mungkin masih "dibenarkan" juga ditingkat kelurahan -.
Kalau begitu, jika pungutan yang berkaitan dengan pengurusan tanah di tingkatan setelah desa/kelurahan namanya apa??? *mikir*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan isikan komentar. Terima kasih